loading...
Raja Mataram Sultan Amangkurat I saat berkuasa membangun ibu kota dan istana baru. Saat itu memang pemindahan istana dan ibu kota merupakan proyek ambisius. Foto/Ist
RAJA Mataram Sultan Amangkurat I saat berkuasa membangun ibu kota dan istana baru. Saat itu memang pemindahan istana merupakan proyek ambisius satu paket dengan pemindahan ibu kota Kerajaan Mataram. Pemindahan itu mengerahkan banyak pekerja.
Bahkan konon raja yang memiliki nama asli Raden Mas Sayyidin itu sampai memerintahkan pejabat dan masyarakatnya bekerja bakti menyelesaikan pembangunan istana dan kompleks wilayah ibu kota di Plered. Sultan Mataram itu juga mengeluarkan perintah membakar banyak sekali batu bata demi tercukupinya bahan baku pembuatan istana.
Baca juga: Trunajaya dan Kejatuhan Keraton Plered: Pemberontakan yang Mengguncang Mataram
Hal ini belajar dari sejarah keraton lama yang dianggap kurang kokoh, karena hanya terbuat dari kayu. Karena terlalu banyaknya kebutuhan pekerja, Sultan Amangkurat I sampai harus turun tangan langsung dan mengerahkan pejabat istana.
Tak ayal, penolakan sempat datang dari beberapa pejabat untuk bekerja langsung membantu pembangunan istana. Tapi sanksi langsung diberikan oleh sang penguasa bila sang pejabat tidak memenuhi permintaannya. Sang pejabat tinggi itu langsung diikat dan dibaringkan di paseban, dijemur dalam panas terik matahari, dikutip dari buku "Disintegrasi Mataram: Di bawah Mangkurat I", dari H. J. De Graaf.
Dikisahkan suatu utusan Belanda, istana Plered di selatan menghadap ke arah Sungai Opak. Di sana terdapat pintu gerbang selatan yang membatasinya dengan Sungai Opak. Kemudian tampak pada peta kecil itu bahwa bentuk dalem bukanlah benar-benar persegi, tetapi seperti belah ketupat.