Bolehkah Membuat Patung dari Tokoh-tokoh yang Berpengaruh dalam Islam?

5 hours ago 26

loading...

Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, sekalipun keabadian itu sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti dengan didirikannya patung untuk orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Foto ilustrasi/ist

Bolehkah membuat patung dari tokoh-tokoh yang dianggap berjasa atau berpengaruh dalam kehidupan masyarakat? Bagaimana Islam memandang hal tersebut?

Syaikh Yusuf Qardhawi dalam kitab 'Halal dan Haram dalam Islam' mengingatkkan agama ini (baca Islam) pendiriannya dalam masalah menghormat orang, tidak suka seseorang itu diangkat-angkat seperti berhala yang didirikan dengan biaya beribu-ribu supaya orang-orang memberikan penghormatan kepadanya.

Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, sekalipun keabadian itu sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti dengan didirikannya patung untuk orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Cara untuk mengabadikan yang dibenarkan oleh Islam ialah mengabadikan mereka itu ke dalam hati dan lisan, yaitu dengan menyebut kesuksesan perjuangan mereka dan peninggalan-peninggalan yang baik-baik yang ditinggalkan untuk generasi sesudah mereka. Dengan demikian mereka itu akan selalu menjadi sebutan orang-orang belakangan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sendiri dan begitu juga para khalifah dan pemuka-pemuka Islam lainnya, tidak ada yang diabadikan dengan berbentuk materi dan patung-patung yang terbuat dari batu yang dipahat.

Keabadian mereka itu semata-mata adalah karena sifat-sifat baiknya (manaqibnya) yang diceriterakan oleh orang-orang dulu (salaf) kepada orang-orang belakangan (khalaf) dan yang diceriterakan oleh orang-orang tua kepada anak-anaknya. Sifat beliau itu tertanam dalam hati, selalu disebut dalam lisan, selalu mengumandang di majlis dan klub-klub serta memenuhi hati, walaupun tanpa diwujudkan dengan patung dan gambar.

Baca juga: Patung dan Seni Pahat dalam Ayat-ayat Al Quran, Simak di Sini!

Tidak Boleh Berlebihan

Islam samasekali tidak suka berlebih-lebihan dalam menghargai seseorang, betapapun tingginya kedudukan orang tersebut, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah mati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلِهِ

”Janganlah kaliah berlebih-lebihan memuji (menyanjung) diriku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Ibnu Maryam (Nabi Isa). Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah, ’Hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari no. 3445).

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |