Tiga Alasan Utama Mundurnya LG dari Proyek Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia

13 hours ago 25

loading...

LG resmi batal melakukan investasi jumbo di Indonesia, digantikan oleh perusahaan China. Foto: ist

JAKARTA - LG Energy Solution (LGES) dan konsorsiumnya resmi menarik diri dari proyek pengembangan baterai kendaraan listrik (EV) senilai Rp142 triliun (USD8,45 miliar). Tapi apa sebabnya?

Meski LGES mundur dari proyek “Indonesia Grand Package” yang ambisius, mereka menyatakan tetap terbuka untuk menjajaki bentuk kerjasama lain dengan pemerintah Indonesia.

Terutama melalui usaha patungan pengembangan baterai HLI Green Power yang melibatkan LGES dan Hyundai Motor Group, yang telah meresmikan pabrik sel baterai pertama di Indonesia dengan kapasitas tahunan yang signifikan.

Pemerintah Indonesia juga menunjukkan optimisme dengan menyatakan akan terus mencari investor lain untuk mengembangkan industri baterai EV di Tanah Air, memanfaatkan kekayaan sumber daya nikel yang dimiliki.

Nah, berikut adalah beberapa sebab mundurnya investasi LG dari proyek baterai mobil listrik di Indonesia:

1. Perubahan Lanskap Industri Kendaraan Listrik Global

LGES secara eksplisit menyebutkan adanya pergeseran dalam industri kendaraan listrik, yang dikenal sebagai fenomena “jurang EV” (EV chasm). Fenomena ini mengindikasikan adanya perlambatan atau titik puncak sementara dalam permintaan kendaraan listrik secara global.

Kendaraan listrik dinilai belum cukup menarik bagi konsumen pasar yang lebih luas karena beberapa faktor seperti harga jual yang lebih tinggi dibandingkan mobil berbahan bakar fosil, jarak tempuh yang terbatas, dan waktu pengisian daya yang relatif lama. Hal ini menciptakan ketidakpastian pasar yang mungkin mempengaruhi perhitungan investasi jangka panjang LGES.

2. Ketidakpastian Lingkungan Investasi dan Lamanya Negosiasi

Meskipun tidak secara eksplisit diakui oleh LGES dalam pernyataan resminya, terdapat indikasi mengenai kekhawatiran terhadap iklim berusaha di Indonesia, terutama pascapengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang beredar di media Korea Selatan.

Namun, pemerintah Indonesia melalui Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, justru menyatakan bahwa keputusan untuk mengakhiri kerjasama justru datang dari pemerintah Indonesia. Pemerintah merasa negosiasi dengan konsorsium LG telah berlangsung terlalu lama, yakni sekitar lima tahun, tanpa adanya kemajuan yang signifikan dan sesuai dengan keinginan pemerintah untuk mempercepat realisasi proyek strategis ini.

3. Pergeseran Mitra Investasi dan Kehadiran Huayou

Dari Korea ke China. Pemerintah Indonesia memutuskan melanjutkan proyek baterai kendaraan listrik dengan menggandeng Huayou, perusahaan teknologi asal China yang sebelumnya juga telah tergabung dalam konsorsium LG sejak tahun 2024.

Huayou dinilai telah memahami seluk-beluk industri baterai EV dan telah memiliki investasi di sektor pertambangan nikel di Indonesia (Weda Bay, Maluku Utara), yang merupakan bahan baku utama baterai.

Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa perubahan ini hanyalah penyesuaian mitra investasi dalam struktur kerjasama (joint venture), dan proyek secara keseluruhan tetap berjalan sesuairencanaawal.

(dan)

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |