loading...
Indonesia menerima sertifikat Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk reog, kolintang dan kebaya di Museum Nasional Indonesia (MNI), Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto/Dok. Sindonews
JAKARTA - Indonesia menerima sertifikat Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk reog, kolintang dan kebaya di Museum Nasional Indonesia (MNI), Jakarta, Selasa (2/12/2025). Kementerian Kebudayaan menyerahkan sertifikat asli tersebut kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Sementara salinannya diberikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon kepada pemerintah dan komunitas.
Ketua Paguyuban Reog Ponorogo Jabodetabek (PRPJ), Agung Eko Wibowo mengatakan, penetapan reog dalam daftar Urgent Safeguarding UNESCO membawa tanggung jawab besar bagi komunitas untuk terus menjaga mutu pertunjukan, disiplin tradisi, serta regenerasi pelaku.
“Bagi kami, ini bukan hanya pengakuan, tetapi bentuk legitimasi atas perjuangan komunitas selama bertahun-tahun. Pemerintah hadir, dan itu menguatkan langkah kami dalam menjaga reog agar tetap hidup, relevan, dan bermartabat,” katanya. Baca juga: Reog Ponorogo Resmi Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO
Eko, sapaan akrabnya, juga menambahkan bahwa reog perlu mendapatkan dukungan konkret. Terutama fasilitas sanggar, bantuan pendanaan, dan dukungan diplomatik ketika kami tampil mewakili Indonesia di luar negeri.
Sementara kolintang dari Minahasa hasil nominasi extended multinasional bersama Mali, Burkina Faso, dan Pantai Gading. Koordinator Kolintang dari Paroki Kelapa Gading, Elisabeth Chandra dan Merry,
Dari Komunitas Kolintang, Elisabeth Chandra dan Merry dari Paroki Kelapa Gading mengatakan, capaian ini menjadi pemantik untuk memastikan regenerasi pemain kolintang. Kemudian memperkuat ekosistem musik tradisi dan menjadikan kolintang bukan hanya sebagai simbol warisan juga sumber kreativitas dan inovasi baru dalam seni musik.
“Penyerahan sertifikat hari ini memberi kami keyakinan baru bahwa negara ikut memikul tanggung jawab pelestarian. Ini bukan akhir, justru awal dari babak baru di mana kolintang dapat berkembang lebih terstruktur,” ujar Elisabeth.
















































