loading...
Listya Endang Artiani, Ekonom Universitas Islam Indonesia. Foto/Dok. SindoNews
Listya Endang Artiani
Ekonom Universitas Islam Indonesia
INTERNET meluas dan belanja digital membesar, tetapi tanpa reformasi infrastruktur dan regulasi, APBN 2026 berisiko gagal mendorong produktivitas dan memperkuat kelas menengah. APBN 2026 kembali menjanjikan pertumbuhan melalui digitalisasi sebagai pengungkit utama.
Belanja teknologi meningkat, layanan publik makin berbasis daring, dan negara tampil semakin online. Transformasi digital diposisikan sebagai jawaban atas tekanan ekonomi global dan stagnasi produktivitas. Namun di balik narasi optimistis itu, kontradiksi makin nyata yaitu produktivitas ekonomi tertahan, kualitas pekerjaan stagnan, dan kelas menengah semakin tertekan. Negara online, tetapi produktivitas masih offline.
Penetrasi internet Indonesia memang melonjak, pada 2025 lebih dari 80% penduduk atau sekitar 229 juta jiwa telah terkoneksi. Namun capaian kuantitatif ini belum berbanding lurus dengan dampak ekonomi.
Laporan Indonesia Economic Prospects Bank Dunia (2025) menyebut konektivitas Indonesia “luas tapi dangkal”, yaitu jaringan tulang punggung menjangkau hampir seluruh kabupaten, tetapi akses fiber ke desa terbatas, kualitas layanan tertinggal, dan kecepatan relatif rendah dibanding negara ASEAN sekelas. Internet hadir di banyak tempat, namun belum cukup cepat, stabil, dan terjangkau untuk menopang transformasi ekonomi produktif.
Stabilitas makroekonomi lima tahun terakhir kerap menutupi persoalan struktural rumah tangga dan pasar kerja. Pertumbuhan PDB sekitar 5% tidak sepenuhnya diterjemahkan menjadi kesejahteraan. Konsumsi rumah tangga melemah seiring kehati-hatian kelas menengah menghadapi stagnasi pendapatan dan kenaikan biaya hidup.
Di pasar tenaga kerja, pemulihan bersifat kuantitatif tetapi rapuh. Pekerjaan baru banyak tercipta di sektor berupah rendah dan informal, sementara pekerjaan bernilai tambah tinggi tumbuh terbatas. Upah riil pekerja menengah dan terampil tergerus, melemahkan peran kelas menengah sebagai penopang permintaan domestik.

















































