Standar Kemasan Rokok Polos Kurang Tepat, Wamenkum Ingatkan Harmonisasi Regulasi

3 hours ago 28

loading...

Seminar Nasional Urgensi Penerbitan Peraturan Pelaksana mengenai Pengamanan Zat adiktif di salah satu hotel di Kuningan, Jakarta, Selasa (28/10). FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah kemasan rokok menjadi polos belum final. Kemenkes menyadari bahwa rencana tersebut tidak memiliki dasar hukum. Rencana membuat kemasan rokok polos itu hanya berdasarkan usulan saat public hearing atau dengar pendapat publik.

Kepala Biro Hukum Kemenkes Indah Febrianti mengatakan, rencana standarisasi kemasan berupa kemasan polos itu memang hanya berdasarkan usulan serta kajian berdasarkan benchmark atau tolak ukur dari beberapa negara. Hal itu disesuaikan dengan kultur di Indonesia seperti jenis-jenis produk tembakau. "Jadi nanti desain kemasan rokok tidak hanya satu, tidak hanya polos. Tapi, ada beberapa desain," jelasnya.

Baca Juga: Rokok Polos Dominasi Pasar Ilegal, Potensi Kerugian Negara Capai Rp97,81 Triliun

Setelah dibahas kembali terkait kemasan rokok polos, Kemenkes akan melakukan penyesuaian dengan sejumlah peraturan di bidang tersebut, karena tentunya rencana kemasan rokok polos tidak boleh bertentangan dengan regulasi lainnya. "Kami pertimbangkan kembali dari setiap sektor bagaimana regulasinya, jadi saat ini rumusan regulasi masih normatif. "Yang paling penting itu peringatan (merokok), bisa bentuk kotak atau lingkaran," ujarnya.

Dia mengakui bahwa public hearing untuk rencana peraturan menteri kesehatan (RPMK) mengenai gambar dan tulisan peringatan sesuai amanat Peraturan Pemerintah Kesehatan (PP Kesehatan) sudah lama digelar pada September 2024. "Karena sudah lama, makanya perlu progresif," katanya dalam acara Seminar Nasional Urgensi Penerbitan Peraturan Pelaksana mengenai Pengamanan Zat adiktif di salah satu hotel di Kuningan, Jakarta, Selasa (28/10).

Rencana peraturan menteri kesehatan tentang gambar dan tulisan peringatan teraebut memang rencananya akan diterbitkan pada Juli 2026. Kemenkes berupaya akan memberikan grace period atau masa tenggang, tujuannya agar industri produk tembakau bisa beradaptasi. Misalnya, soal bahan baku. "Misalnya, Kemenkes menerbitkan di akhir tahun ini, kalo ada waktunya bisa setahun atau 2 tahun untuk industri akan menyesuaikan," jelasnya.

Sementara Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa dalam pembuatan aturan apapun, Kementerian Hukum (Kemenkum) itu memegang fungsi harmonisasi. Jadi, pasti setiap regulasi, seperti undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah akan diharmonisasikan oleh Kemenkum. "Ketika proses harmonisasi itulah akan mengundang kami yang disebut dengan istilah rapat panitia antar kementerian dan lembaga (PAK)," tegasnya.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |