Refleksi Dies Maulidiah ke-64 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: Menuju Kampus Eco-Teologi, dari Spirit Keilmuan ke Tanggung Jawab Ekologis

2 hours ago 21

loading...

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Agus Mulyono. Foto/Dok Pribadi.

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Agus Mulyono

64 tahun bukanlah usia yang singkat bagi sebuah perguruan tinggi. Di usia itu, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang telah melalui perjalanan panjang. Dari sebuah lembaga pendidikan Islam yang sederhana hingga menjadi universitas Islam negeri bertaraf nasional dan internasional. Dalam setiap fase sejarahnya, selalu ada ruh yang menuntun langkah: semangat keilmuan, spiritualitas, dan pengabdian.

Kini, memasuki usia ke-64, ruh itu menemukan bentuk baru dalam cita-cita besar: menjadi kampus eco-teologi. Kampus yang tidak hanya berpikir tentang Tuhan dan manusia, tetapi juga tentang bumi dan seluruh kehidupan yang dikandungnya.

Menengok Cermin Sejarah

Dies natalis bukan sekadar perayaan seremonial. Ia adalah momen kontemplatif, saat kampus menatap cermin sejarah untuk bertanya: sudah sejauh mana kita berjalan, dan ke mana kita hendak melangkah?

Sejak berdirinya, UIN Maliki dikenal sebagai kampus yang mengusung integrasi ilmu dan agama. Model ulul albab yang menjadi landasan filosofi pendidikan bukan hanya jargon, tetapi sebuah pandangan hidup. Ia menegaskan bahwa kecerdasan intelektual harus berjalan seiring dengan kejernihan spiritual. Bahwa ilmu pengetahuan tak boleh menjauh dari nilai-nilai ilahiah.

Namun kini, tantangan zaman berubah. Krisis lingkungan, perubahan iklim, dan kerusakan ekologi menjadi isu global yang tak bisa diabaikan. Sains modern telah mencapai banyak kemajuan, tetapi dalam proses itu, manusia sering lupa bahwa ia adalah bagian dari alam, bukan penguasanya. Maka, pendidikan tinggi Islam perlu menafsir ulang misinya: tidak cukup menjadi center of excellence, tetapi juga center of balance antara manusia, Tuhan, dan alam semesta.

Eco-Teologi: Jalan Spiritual untuk Bumi

Konsep eco-teologi menawarkan sebuah jalan baru. Ia bukan hanya tentang penghijauan atau pengelolaan sampah, tetapi tentang kesadaran teologis bahwa alam adalah ayat Tuhan. Dalam Al-Qur’an, bumi disebut ratusan kali.. bukan sekadar benda mati, melainkan makhluk yang hidup, bertasbih, dan tunduk pada kehendak-Nya. Ketika manusia merusak bumi, sejatinya ia sedang melukai ayat-ayat Tuhan yang lain.

Eco-teologi menuntut perubahan cara pandang: dari berpusat pada manusia menjadi berpusat pada keseimbangan semesta. Manusia bukan penguasa tunggal, melainkan khalifah yang diberi amanah untuk menjaga keberlanjutan kehidupan. Maka, tanggung jawab ekologis sejatinya adalah wujud ibadah.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |