Pesantren: Itqon dan Amanah Keselamatan

4 hours ago 20

loading...

KH. Hadiyanto Arief, S.H., M.Bs. Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah. Foto/istimewa

KH. Hadiyanto Arief, S.H., M.Bs.
Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah

INNALILLAHI wa inna ilaihi rooji‘un. Duka cita yang mendalam, iringan doa kami panjatkan untuk seluruh santri yang terdampak, keluarga yang ditinggalkan, serta para guru pengasuh atas musibah ambruknya sebuah musholla pesantren yang menelan korban jiwa.

Sungguh peristiwa yang menyesakkan hati, bahkan ketika hanya menyaksikan proses panjang penyelamatan melalui layar kaca. Tak terbayang pedih dan jeritan hati mereka yang benar-benar mengalami musibah tersebut. Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi Allah, dan keluarga yang ditinggalkan dianugerahi kesabaran serta kekuatan.

Tanpa sedikitpun bermaksud menyalahkan atau menggurui, semoga peristiwa ini menjadi cermin berharga bagi kita semua, khususnya dunia pendidikan Islam, khususnya lagi otokritik untuk kami sebagai pengasuh salah satu pesantren di Ibu Kota. Pada hal yang paling prinsip, pesantren bukan hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga ladang untuk menanamkan akal sehat dalam kehidupan nyata. Musibah semacam ini mengingatkan kita bahwa keterbatasan finansial tidak boleh mengalahkan prinsip keselamatan dan perencanaan yang matang.

Bukankah Rasulullah ﷺ telah bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba, apabila ia mengerjakan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan itqon (sungguh-sungguh, profesional, dan tuntas).” (HR. Thabrani)

Bukankah seharusnya nilai itqon inilah yang seharusnya menjadi roh dalam pembangunan sarana dan prasarana pesantren? Dalam aspek teknis misalnya, jangan sampai konsep bangunan tumbuh dipahami secara keliru, seolah berarti bangunan yang tumbuh seadanya, tanpa perhitungan, dan dipaksakan berdiri meskipun rapuh.

Padahal bangunan tumbuh yang benar justru berawal dari pondasi dan struktur yang direncanakan sejak awal untuk jangka panjang. Pembangunan boleh dilaksanakan bertahap sesuai ketersediaan dana, tetapi arah dan kerangka besarnya harus jelas sehingga aman, kokoh, dan tidak menimbulkan bahaya di kemudian hari.

Apalagi, dalam khazanah uṣūl fiqh, terdapat kaidah agung “lā ḍarar wa lā ḍirār” (tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain). Kaidah ini sejalan dengan salah satu tujuan utama syariat Islam (maqāṣid al-syarī‘ah), yaitu ḥifẓ al-nafs (menjaga keselamatan jiwa).

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |