Miliarder Yahudi George Soros, NED, dan Dugaan Dalang Demo Ricuh di Indonesia

2 days ago 34

loading...

Para pakar geopolitik internasional menduga miliarder George Soros dan lembaga NED berada di balik demo ricuh di Indonesia. Foto/Sputnik

JAKARTA - George Soros, sang miliarder Yahudi berkebangsaan Hongaria-Amerika Serikat (AS), dan lembaga National Endowment for Democracy (NED) telah jadi sorotan media Tanah Air setelah para pakar geopolitik internasional menduga keduanya mendalangi demo ricuh di Indonesia. Demo tersebut telah menewaskan enam orang di berbagai daerah.

Protes kemarahan selama berhari-hari di negara ini dimulai di Jakarta pada Senin pekan lalu, dipicu oleh laporan bahwa 580 politisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menerima tunjangan perumahan bulanan sebesar Rp50 juta di samping gaji mereka. Tunjangan tersebut, yang diperkenalkan tahun lalu, hampir 10 kali lipat dari upah minimum Jakarta.

Para kritikus berpendapat bahwa tunjangan baru ini tidak hanya berlebihan tetapi juga tidak sensitif di saat kebanyakan orang bergulat dengan melonjaknya biaya hidup dan pajak serta meningkatnya pengangguran.

Baca Juga: Media Rusia: Miliarder Yahudi George Soros Diduga Dalangi Demo Ricuh di Indonesia

Demo ricuh ini telah memaksa Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungannya ke China dan melewatkan KTT SCO.

Angelo Giuliano, analis geopolitik yang berfokus pada hubungan internasional, dalam wawancaranya dengan media Rusia; Sputnik, menduga National Endowment for Democracy (NED)—yang menurutnya telah mendanai salah satu media Indonesia sejak tahun 1990-an—menjadi pihak di balik demo ricuh di Indonesia.

Pihak kedua, kata dia, adalah Open Society Foundations (OSF) milik miliarder George Soros. OSD aktif sejak tahun 1990-an dengan lebih dari USD8 miliar di seluruh dunia dan mendukung kelompok-kelompok seperti TIFA.

Giuliano mengatakan dugaan keterlibatan mereka menimbulkan pertanyaan tentang agenda tersembunyi yang perlu ditelusuri. "Selain itu, ini terkait dengan fokus Indo-Pasifik baru-baru ini di tengah ketegangan seperti konflik Kamboja-Thailand, yang mengisyaratkan motif geopolitik," ujarnya.

"Ini persis seperti yang terjadi di Serbia. G7 menginginkan diktator lain yang didukung Amerika Serikat, seperti Soeharto di masa lalu," imbuh Jeff J Brown, penulis The China Trilogy dan pendiri Seek Truth From Facts Foundation.

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto tidak sesuai dengan agenda mereka karena dia sedang meningkatkan hubungan dengan China, Rusia, SCO, dan BRICS.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |