Generasi Z Diingatkan Tak Sekadar Tren FOMO dan Perkuat Literasi

4 hours ago 24

loading...

Para penulis buku Prosumenesia: Transformasi Media Digital dalam Politik dan Demokrasi usai launching buku di Ruang GBHN, DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025). Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA - Media memainkan peran penting dalam membentuk orientasi politik generasi muda melalui agenda-setting, framing, bandwagon effect, dan efek viral. Tanpa adanya literasi kritis, pemilih muda dalam hal ini generasi Y dan Z rentan diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan. Hal ini membuat keterlibatan generasi muda dalam pesta demokrasi kerap diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan.

Pernyataan tersebut disampaikan Rahmat Saleh, calon Doktor Ilmu Komunikasi (DIK) Angkatan 33 Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta saat seminar sekaligus launching buku bertajuk "Prosumenesia: Transformasi Media Digital dalam Politik dan Demokrasi" di Ruang GBHN, DPR, Kamis (11/9/2025). Kata “Prosumenesia” yang pertama kali diperkenalkan ke publik melalui peluncuran buku ini diyakini mahasiswa Program DIK angkatan 33 Sekolah Pascasarja USahid Jakarta juga menjadi momen penting yang menandai lahirnya istilah baru dalam peta komunikasi digital Indonesia. Baca juga: Prosumenesia: Era Baru Konsumen Jadi Produsen Digital

Wasekjen PKS ini menyebut salah satu temuan penting dalam buku ini adalah peran strategis generasi milenial dan Gen Z yang mencakup sekitar 60% dari total pemilih pada Pilpres 2024. Tim penulis terang Rahmat Saleh menganalisis bagaimana generasi digital native ini memanfaatkan media sosial sebagai ruang utama untuk memperoleh informasi, berdiskusi, membangun opini, dan mengekspresikan identitas politik. Melalui buku ini tim penulis mengungkap bagaimana partisipasi politik digital Gen Z bersifat cepat, instan, dan masif, seringkali terwujud dalam kampanye tagar, petisi online, hingga viral campaign.

Dalam paparanya saat seminar, Rahmat Saleh memandang bahasa media yang provokatif dan simbolik membuat isu politik cepat menjadi tren. Namun, dominasi kepemilikan media oleh elite politik dan ekonomi menghadirkan risiko. Saat konstelasi pesta demokrasi, media ucap Rahmat Saleh lebih sering berfungsi sebagai mesin propaganda daripada sarana edukasi publik.

"Tanpa literasi kritis, pemilih muda rentan diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan.Implikasi dari kondisi ini jelas. Generasi Y dan Z merupakan segmen kunci sekaligus arena perebutan narasi utama dalam pemilu," kata Rahmat Saleh.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |