loading...
Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta Syurya M Nur mempertanyakan penghapusan peran TNI dalam pemberantasan narkoba sebagaimana tertuang dalam Revisi UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI. Foto: Ist
JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta Syurya M Nur mempertanyakan penghapusan peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan narkoba sebagaimana tertuang dalam Revisi UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Keputusan tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai siapa yang berkepentingan di balik keputusan tersebut. Upaya ini justru berpotensi melemahkan sistem pertahanan negara terhadap ancaman narkoba.
Menurut Syurya, penghapusan peran TNI bukan kejadian biasa. Apalagi dari pertemuan dengan pimpinan DPR inilah pasal kewenangan TNI tentang pemberantasan narkoba dihapus.
Pertanyaan besarnya yakni siapa yang menggerakkan penghapusan pasal kewenangan tersebut. "Siapa yang jadi dalang penghapusan pasal krusial itu dan siapa yang paling diuntungkan dari penghapusan peran TNI ini? Jika bukan kartel narkotika, lalu siapa?" ujarnya, Rabu (9/4/2025).
Dia menilai ada pola sistematis dalam upaya pelemahan peran TNI dalam pemberantasan narkoba. "TNI selama ini memiliki peran strategis dalam menjaga perbatasan dan jalur laut yang menjadi titik utama masuknya narkoba dari luar negeri. Dengan disiplin militer, sistem komando yang solid dan kemampuan intelijen yang mumpuni, TNI menjadi institusi yang sulit ditembus sindikat narkoba. Jika peran ini dihapus, maka celah besar terbuka bagi penyelundupan narkoba dalam skala besar," ungkapnya.
Syurya juga menyoroti bahwa beberapa negara justru memperkuat peran militernya dalam perang melawan narkoba seperti Thailand dan Filipina. Sementara, Indonesia malah mengambil langkah sebaliknya yang berpotensi memperlemah perang melawan kejahatan luar biasa ini.
"Sejarah menunjukkan bahwa sindikat narkotika internasional selalu mencari cara untuk melemahkan sistem keamanan negara, termasuk dengan menekan kebijakan yang tidak menguntungkan mereka," katanya.
Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) ini mengajak masyarakat lebih kritis dalam melihat perubahan kebijakan tersebut. Indonesia harus bersiap menghadapi gelombang penyelundupan narkoba yang semakin masif tanpa kekuatan penuh dari institusi pertahanan negara.
"Perang melawan narkoba tidak bisa hanya diserahkan kepada satu institusi saja. Harus ada sinergi antara Polri, BNN, dan TNI. Jika kita membiarkan keputusan ini berjalan tanpa perlawanan, maka bukan hanya hukum yang dipermainkan, tetapi kedaulatan negara yang sedang dipertaruhkan," ujar Syurya.
(jon)