loading...
Perang Thailand-Kamboja adalah perang antara sekutu AS bersenjata kuat melawan musuh lemah tapi didukung China. Foto/Phnom Penh Post
PHNOM PENH - Perang Thailand-Kamboja telah pecah sejak Kamis lalu terkait sengketa wilayah perbatasan. Perang ini menunjukkan konflik antara sekutu Amerika Serikat yang bersenjata lengkap dan kuat melawan musuh yang relatif lebih lemah tapi didukung kuat oleh China.
Para pemimpin Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk bertemu guna merundingkan gencatan senjata, menurut unggahan media sosial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Sabtu.
Trump, yang mengaku telah melakukan panggilan telepon terpisah dengan Perdana Menteri Kamboja dan Perdana Menteri sementara Thailand, menyatakan: "Kedua negara telah sepakat untuk segera bertemu dan dengan cepat menyusun gencatan senjata dan, pada akhirnya, perdamaian!”
Baca Juga: Ini Sejarah Kuil Preah Vihear, Situs Hindu Pemicu Perang Thailand-Kamboja
Pernyataan Trump muncul tak lama setelah dia secara terbuka menyerukan kepada kedua pihak untuk merundingkan perdamaian di tengah meningkatnya kekerasan di perbatasan sengketa antara Thailand dan Kamboja.
Bangkok dan Phnom Penh telah berselisih mengenai wilayah yang diperebutkan sejak masa kolonial Prancis lebih dari satu abad lalu. Konflik mematikan yang kembali mencuat ini mempertemukan Thailand, sekutu lama AS yang berpengalaman dan kuat, melawan militer Kamboja yang relatif muda namun memiliki hubungan erat dengan China.
Sejak pertempuran pecah pada Kamis, lebih dari 30 orang dilaporkan tewas, puluhan terluka, dan lebih dari 150.000 warga sipil dievakuasi. Bentrokan berlanjut hingga Sabtu, menurut pejabat dari kedua negara.
Thailand Unggul Secara Militer
Kekuatan militer Thailand jauh lebih besar daripada Kamboja, baik dalam jumlah personel maupun perlengkapan tempur.
Thailand memiliki total 361.000 personel aktif di seluruh matra militernya, tiga kali lipat jumlah Kamboja. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan yang hanya bisa diimpikan oleh militer Kamboja.
“Thailand memiliki militer besar dengan pendanaan kuat, dan angkatan udaranya merupakan salah satu yang terbaik dari segi peralatan dan pelatihan di Asia Tenggara,” tulis International Institute for Strategic Studies (IISS) dalam laporan Military Balance 2025.
Sementara itu, peringkat kekuatan militer dari 27 negara di kawasan menurut Lowy Institute menempatkan Thailand di posisi ke-14, jauh di atas Kamboja yang berada di posisi ke-23.
Kesenjangan ini wajar mengingat jumlah penduduk Thailand empat kali lipat dari Kamboja, dan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya lebih dari 10 kali lebih besar. Berbeda dari Kamboja, Laos, dan Vietnam, Thailand lolos dari kehancuran akibat perang-perang besar di Asia Tenggara maupun penjajahan Eropa.
Secara keseluruhan, dalam indeks kekuatan Asia Lowy yang mengukur kekuatan militer, ekonomi, diplomasi, dan budaya, Thailand berada di peringkat ke-10, diklasifikasikan sebagai kekuatan menengah—tepat di bawah Indonesia namun di atas Malaysia dan Vietnam.
Sementara itu, Kamboja diklasifikasikan sebagai kekuatan kecil, sejajar dengan Bangladesh, Sri Lanka, dan Laos.
Dalam unggahan lain di Truth Social pada Sabtu, Trump mengatakan telah berbicara dengan Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai.