loading...
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai istilah bahan bakar minyak (BBM) oplosan perlu diluruskan, namun korupsi di tubuh Pertamina harus disetop. Foto/Dok SindoNews
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai istilah bahan bakar minyak (BBM) oplosan perlu diluruskan, namun korupsi di tubuh Pertamina harus disetop. Perusahaan pelat merah itu dianggap perlu menghadirkan pakar perminyakan untuk menjelaskan isu BBM oplosan secara objektif kepada masyarakat.
"Jangan hanya Pertamina yang bicara karena bisa terkesan membela diri. Sajikan proses di kilang, distribusi, dan pengawasan di SPBU secara transparan. Juga jelaskan bagaimana sistem pemilihan vendor importir dan pengawasan kualitasnya," kata Agus Pambagio, Senin (10/3/2025).
Menurut dia, penggunaan istilah BBM oplosan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) saat mengumumkan dugaan adanya korupsi tata kelola minyak mentah beberapa waktu lalu memicu keresahan publik.
Dia menilai, penggunaan istilah oplosan dalam konteks ini tidak tepat dan berpotensi menyesatkan. "Padahal dalam prosesnya, BBM memang harus dicampur untuk mencapai oktan yang dibutuhkan," tuturnya.
Menurut dia, kata oplosan punya konotasi negatif seperti dalam kasus minuman oplosan yang beracun. Dalam industri minyak, blending atau pencampuran bahan bakar merupakan bagian dari proses standar yang dilakukan di kilang untuk menghasilkan BBM dengan spesifikasi tertentu.
"Ngoplos itu butuh tempat dan peralatan yang rumit serta berbahaya. Dalam kasus Pertamina, sulit dipercaya mereka melakukan praktik ini karena tata kelolanya baik. Sepertinya Kejaksaan ingin bicara soal korupsi, tapi menggunakan istilah oplosan," imbuhnya.
Indonesia mengonsumsi sekitar 1,5 juta barel BBM per hari, sementara produksi domestik hanya sekitar 700.000 barel per hari. Kekurangannya, kata dia, harus diimpor, dan inilah titik rawan terjadinya praktik korupsi.