Pengamat Kehutanan: Isu Negatif LSM Rugikan Ekspor Produk Kayu ke AS

4 hours ago 28

loading...

Forum diskusi Forwatan bertajuk Ketelusuran Industri Kayu Indonesia: Tantangan dan Solusi. FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Laporan investigatif yang menyoroti keterlibatan industri kendaraan rekreasi (RV) Amerika Serikat (AS) dalam deforestasi hutan tropis Kalimantan menuai tanggapan kritis dari Pengamat Kehutanan, Petrus Gunarso. Ia menilai kabar tersebut cenderung bombastis dan tidak sepenuhnya mencerminkan realitas industri kehutanan di Indonesia.

Menurut Petrus, istilah "deforestasi" sering dipakai secara longgar oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional untuk menggambarkan perubahan tutupan lahan, bahkan ketika terjadi alih fungsi dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri (HTI).

"Deforestasi itu apa sih? Perubahan tutupan lahan dari hutan ke non-hutan. Kalau dari hutan alam menjadi monokultur, WWF menyebut tetap deforestasi. Tapi kalau ditanam kembali dengan eukaliptus atau akasia, apa itu masih disebut deforestasi? Padahal di Indonesia, enam tahun sudah bisa dipanen. Di Norwegia atau Amerika, butuh 40 tahun baru bisa ditebang. Konteks tropis dan subtropis itu berbeda," ujarnya dalam diskusi Forwatan bertajuk "Ketelusuran Industri Kayu Indonesia: Tantangan dan Solusi" dikutip pada Kamis (11/9).

Petrus menyoroti temuan Earthsight dan Auriga Nusantara yang menyebut perusahaan RV AS menggunakan kayu lauan dari Kalimantan yang terkait deforestasi. Menurutnya, kayu tersebut kemungkinan besar berasal dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yaitu hasil tebangan saat pembukaan lahan untuk HTI.

"Itu sebenarnya sisa-sisa dari HTI, sampah yang laku dijual lalu diolah. Legal, karena ada IPK. Tapi digambarkan sangat bombastis, seolah-olah hutan alam ditebang habis-habisan untuk pasok Amerika. Padahal kenyataannya tidak begitu," tegasnya.

Baca Juga: 10 Negara dengan Hutan Terluas di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?

Petrus juga mengingatkan bahwa sektor kehutanan Indonesia saat ini tengah menghadapi kemunduran serius. Dari sekitar 550 HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di era 1990-an, kini tinggal 200-an. Produksi kayu hutan alam pun anjlok menjadi hanya sekitar 1,6 juta meter kubik per tahun, angka yang bahkan tidak mencukupi kebutuhan kayu untuk Jakarta saja.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |