Pengacara Hedon, Rakyat Tekor Rp60 Miliar untuk Menyapu Rp17,7 Triliun

3 hours ago 18

loading...

Anggota Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia M. Afif Kurniawan menyoroti ulah oknum pengacara yang terlibat kasus dugaan suap vonis korupsi ekspor CPO. Foto/Ilustrasi/Dok.SindoNews

JAKARTA - Anggota Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia M. Afif Kurniawan mengatakan bahwa di tengah suara rakyat yang makin berat menanggung beban, harga kebutuhan pokok yang melonjak, subsidi yang dikurangi, dan utang negara yang membengkak, ada sekelompok orang yang hidup dalam dunia paralel. Bukan pejabat publik, bukan juga konglomerat langsung.

"Mereka adalah segelintir pengacara elite, seperti Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, yang menjadikan hukum bukan sebagai alat keadilan, tapi panggung flexing sosial dan kekuasaan senyap," kata Afif, Senin (21/5/2025).

Dia melanjutkan, Di saat banyak keluarga menjual motor demi menyekolahkan anak, mereka makan siang di restoran tempat harga nasinya bisa menutup listrik satu RT. Tapi ini bukan sekadar soal gaya hidup mewah.

"Ini soal bagaimana mereka menggunakan keahlian hukum untuk menyusun skema yang merugikan negara dan melecehkan konstitusi," ungkapnya.

Menurutnya, Kedua nama itu belakangan makin terkenal, meski sebelumnya Ari Bakri lebih dulu dikenal sebagai dosen gadun. Tapi bukan karena prestasi, melainkan publik mengenalnya karena anasir korupsi.

"Kejaksaan menahan keduanya karena diduga terlibat dalam praktik suap. Tak main-main, yang disuap adalah hakim, sang pengadil yang seharusnya memperjuangkan keadilan, bukan kebatilan," tuturnya.

Dalam kasus korupsi ekspor CPO, tiga raksasa sawit, Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group dinyatakan merugikan negara hingga Rp17,7 triliun. Namun, kata dia, alih-alih mengembalikan kerugian tersebut, jalan pintas diambil.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |