IMF Pangkas Proyeksi PDB 3 Negara Ekonomi Utama Asia

5 hours ago 26

loading...

IMF memangkas proyeksi PDB negara-negara ekonomi utama Asia akibat meningkatnya ketidakpastian gara-gara perang tarif. FOTO/Ilustrasi/Dok.

JAKARTA - Dana Moneter Internasional ( IMF ) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara ekonomi utama Asia pada tahun 2025, dengan alasan ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan yang tinggi. IMF memangkas proyeksi PDB 2025 untuk China dan India menjadi masing-masing 4% dan 6,2%, turun dari proyeksinya pada bulan Januari sebesar masing-masing 4,6% dan 6,5%.

Target pertumbuhan PDB resmi China ditetapkan pada sekitar 5% untuk tahun 2025, sementara India memproyeksikan pertumbuhan 6,5% untuk tahun fiskal 2025 yang berjalan dari April 2025 hingga Maret 2026. IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan Jepang menjadi 0,6% dari 1,1%.

Secara global, IMF Menurunkan proyeksi pertumbuhan menjadi 2,8% dari 3,3% untuk keseluruhan tahun 2025. IMF mengatakan, tarif yang diumumkan oleh AS dan mitra dagangnya merupakan guncangan negatif yang besar terhadap pertumbuhan. Lebih jauh, ditambahkan bahwa ketidakpastian yang menyertai langkah-langkah ini juga berdampak negatif pada aktivitas ekonomi dan prospek, sehingga lebih sulit dari biasanya untuk proyeksi yang konsisten dan tepat waktu.

Prakiraan IMF muncul di tengah tren yang lebih luas dari perusahaan riset dan bank yang memangkas prakiraan pertumbuhan untuk ekonomi Asia. Awal April lalu, ekonom Goldman Sachs menurunkan prakiraan mereka untukPDB Chinatahun ini menjadi 4,0% dari 4,5%, dengan alasan dampak dari peningkatan tarif AS pada barang-barang China.

Demikian pula Natixis yang juga memangkas perkiraan PDB China menjadi 4,2% tahun ini, turun dari 4,7% sebelumnya. Lembaga pemeringkat Fitch juga dilaporkan memangkas perkiraan pertumbuhan India menjadi 6,2% dari 6,3%, dengan alasan memburuknya lingkungan ekonomi global yang disebabkan oleh perang dagang AS-China yang semakin memanas.

Sejak menjabat pada 20 Januari, Presiden AS Donald Trump telah mengenakan tarif impor baja, aluminium, dan mobil, sebelum mengumumkan tarif resiprokal besar-besaran pada hampir setiap negara di dunia pada 2 April. Hampir seminggu kemudian, Trump menangguhkan tarifresiprokal ini, namun tetap menyisakan bea masuk dasar sebesar 10% pada semua negara, kecuali China.

Setelah saling berbalas tarif tinggi, eskalasi perang tarif kedua negara masuk ke tahap yang tak terbayangkan sebelumnya. Trump menetapkan bea masuk AS pada China mencapai 245% pada beberapa barang, sementara China membalas denganmengenakan bea masuk sebesar 125% pada impor AS, dan siap untuk meladeni AS sampai akhir.

Sebaliknya, Jepang dan India telah mengambil sikap yang lebih lunak terhadap Trump, dengan Jepang mengirimkan delegasi perdagangan untuk berbicara dengan mitra mereka di AS. Trump pada tanggal 17 April memuji "kemajuan besar" dalam perundingan perdagangan.

Akan tetapi, negosiator utama Jepang Ryosei Akazawa dilaporkan telah kembali ke Tokyo tanpa kesepakatan, dengan mengatakan bahwa ia "menjelaskan kepada AS bahwa kami merasa tindakan tarif tersebut sangat disesalkan. Saya sangat mendesak mereka untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini,"tuturnya seperti dikutip CNBC.

Untuk India, Perdana Menteri Narendra Modi telah bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance pada hari Senin (21/4) , dan pernyataan dari kantor Modi mengatakan kedua pemimpin "menyambut baik kemajuan signifikan dalam negosiasi untuk Perjanjian Perdagangan Bilateral India-AS yang saling menguntungkan."

(fjo)

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |