Ekonom Kritik Kebijakan SAL: Berutang Ugal-ugalan dan Potensi Pengelolaan Tak Optimal

4 hours ago 31

loading...

Saldo Anggaran Lebih (SAL) menjadi sorotan setelah Menkeu Purbaya memindahkan dana Rp200 triliun ke bank Himbara. Menurut ekonom, akumulasi SAL yang besar adalah akibat dari praktik berutang ugal-ugalan. Foto/Dok

JAKARTA - Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky mengkritik kebijakan pemerintah terkait Saldo Anggaran Lebih (SAL), yang baru-baru ini menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan penempatandana Rp200 triliun ke bank Himbara. Menurutnya, akumulasi SAL yang besar adalah akibat dari praktik "berutang ugal-ugalan" selama era pemerintahan sebelumnya.

Lebih lanjut, ia mencurigai adanya potensi pengelolaan SAL yang tidak optimal dan dapat "menyamarkan" praktik buruk."Masalahnya menjadi lebih kompleks jika ternyata dana SAL selama ini memang amat diandalkan untuk kebutuhan kas temporer Pemerintah. Kemungkinan juga untuk 'membantu' likuiditas beberapa BUMN dan Badan Hukum Lainnya milik negara," ujar Awalil dalam keterangannya, Senin (15/9/2025).

Sambung Awalil menjelaskan, meskipun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) era reformasi selalu defisit, pemerintah sering menarik utang yang melebihi kebutuhan untuk menutup defisit. Fenomena ini menciptakan Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA) yang kemudian terakumulasi menjadi SAL.

Baca Juga: Ekonom: Dana Rp200 Triliun ke Bank Negara Bukan Solusi Ajaib bagi Aktivitas Kredit

Ia menyoroti lonjakan SiLPA yang drastis, dari Rp53,39 triliun pada 2019 menjadi Rp245,60 triliun pada 2020. Menurutnya, meskipun saat itu terjadi pandemi, penarikan utang tetap dilakukan besar-besaran, jauh melampaui defisit.

Awalil menyebut, bahwa posisi SAL terus membesar dari Rp212,70 triliun pada 2019 menjadi Rp478,96 triliun pada 2022. Peningkatan ini menunjukkan bahwa sejak era pertama pemerintahan Jokowi (Joko Widodo), utang selalu lebih besar dari kebutuhan pembiayaan defisit.

Ia berpandangan bahwa tingginya utang pemerintah membawa konsekuensi berupa biaya besar, tercermin dari peningkatan pembayaran bunga.

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |